THE GIFT
*
*
*
*
*
All Characters Belongs To J.K.Rowling
||
||
Pair :
Draco Malfoy X Hermione Granger
( 7
tahun setelah kejatuhan Voldemort )
WARNING
: EYD berantakan, typos everywhere,
alur kecepetan, OOC, geje. My First Fic.
Hermione yang
merasa jijik melihat kelakuan mereka segera mengambil kembali kopernya yang
tadi terjatuh, melangkah keluar ruangan Ron dan berdisapparate tepat diluar pintu meninggalkan kedua manusia yang
sudah tega menghancurkan hatinya.
Chapter 2
Tepat disaat Hermione melangkah
keluar ruangan Ron dan berdisapparate,
Harry Potter yang kebetulan juga masih di kantor melihatnya. Harry berusaha
mengejar Hermione tapi gadis itu telah lebih dahulu menghilang. Harry yang
merasa heran saat itu juga menoleh ke dalam ruangan Ron dan kaget melihat
keadaan Ron dan Lavender yang sedang berusaha memakai kembali pakaian mereka.
“RON!!!!! Apa yang
kau lakukan??!!”, teriak Harry.
“Harry! Ini bukan
seperti yang kau lihat.”, Ron tampak gugup. Sedangkan Lavender berusaha
mengancingkan kemejanya, juga nampak gugup.
“Bukan seperti yang
kulihat?? Lalu apa yang kalian lakukan, ha? Aku melihat Hermione baru saja berdisapparate di luar ruanganmu. Pasti dia
telah melihat apa yang kalian lakukan.”, Harry membetulkan letak kacamatanya.
Ia benar-benar tak menyangka dengan apa yang dilihatnya. Ia merasa kecewa
melihat kelakuan Ron.
“Harry, aku bisa
menjelaskannya.”, sekarang Ron sudah berpakaian lengkap, begitu juga dengan
Lavender. Gadis itu hanya diam menundukan kepalanya disamping Ron. Harry
menggelengkan kepalanya.
“Bukan kepadaku.
Tapi pada Hermione,Ron. Jujur, aku kecewa padamu, Ron! Dan juga padamu,
Lavender! Kalian benar-benar.... ah sudahlah!!”, Harry frustasi mengacak-acak
rambutnya dan pergi meninggalkan Ron dan Lavender.
OoO
Hermione tiba di depan pintu
apartemennya. Segera saja ia masuk dan mengunci pintunya. Baik secara muggle
juga sihir. Dia benar-benar hancur. Tangisnya meledak. Ia menumpahkan semua air
matanya hingga terasa sesak di dada. Ia tinggal sendirian di apartemennya,
sehingga ia tak ragu-ragu untuk menangis. Ia tak menyangka bahwa Ron akan
mengkhianatinya. Dan yang terburuk ia melihat dengan mata kepalanya sendiri
kekasihnya itu bercinta dengan teman sekolahnya dulu. Apalagi, gadis itu adalah
mantan kekasih Ron saat masih di Hogwarts. Hermione terus saja menangis hingga
akhirnya ia pun tertidur.
OoO
I never thought that i’d survive you
But i will be free
And there’ll be so many nights i gotta get through
But now i see
You’ll never be the end of me (no)
Cause when my world fell apart
And i didin’t know where to start
I heard the sound of broken heart
( I still feel the pain )
I heard the sound of broken heart
( It still beats the same )
~ Westlife – Sound of Broken Heart ~
Hermione terbangun pada pukul 7
pagi dengan mata sembab sebesar bola pingpong. Hatinya masih pedih. Ia
benar-benar terluka. Hubungan yang ia jalin selama ini harus kandas dengan cara
yang sangat menyakitkan. “Lebih baik aku
di crucio saja daripada harus menyaksikan kejadian semalam”, batin Hermione
sedih. Ia bangkit dari tempat tidurnya, mengambil secarik perkamen dan menulis
kepada atasannya bahwa dia tidak bisa masuk kerja hari ini dikarenakan tidak
enak badan. Laporan tentang pagelaran Wizz Fashion Week akan segera dikirimkan
melalui e-mail. Ya, Daily Prophet pun juga mulai terbuka dengan penggunaan
teknologi muggle. Selesai menggulung perkamen, Hermione mengikatkannya pada
kaki Harold, burung hantu kepunyaannya. Ia merasa tidak sanggup bekerja hari
ini karena kejadian semalam. Setelah Harold terbang menuju kantor Daily Prophet,
Hermione bergegas menuju kamar mandi. Tepat sebelum tangannya menyentuh gagang
kamar mandi, ia mendengar pintu apartemennya diketuk. Merasa heran siapa yang
bertamu sepagi ini, Hermione mengurungkan niatnya masuk kamar mandi. Ia
berjalan membukakan pintu untuk tamunya. Dan setelah pintu dibuka....
“Mau apa kau
kesini?!!”, hardik Hermione dengan ketus.
“Mione, aku ingin
menjelaskan semuanya. Bolehkah aku masuk?”, Ron Weasley berdiri tepat dihadapan
Hermione.
“Apalagi yang perlu
dijelaskan? Yang kulihat semalam sudah menjelaskan semuanya!”.
“Ayolah,Mione!
Biarkan aku masuk. Aku tidak akan menyakitimu.”
“Kau. Sudah.
Menyakitiku.”, Hermione menekankan setiap kata yang diucapkannya dengan tegas.
Padahal dalam hati ia berusaha mati-matian untuk menahan emosinya agar jangan
sampai menangis di depan kekasih yang mengkhianatinya.
“Aku
mengerti,Mione. Aku minta maaf. Tapi aku ingin menjelaskan tentang semuanya.
Tolong biarkan aku masuk.”, pinta Ron. Hermione akhirnya memberi jalan pada Ron
untuk masuk. Mereka pun duduk di sofa ruang tamu dengan berhadapan. Padahal
sebelumnya selalu berdampingan jika Ron berada disana.
“Cepat jelaskan!
Aku tak punya banyak waktu untukmu!”, Hermione menyilangkan tangannya sembari
cemberut.
“Baiklah. Aku minta
maaf,Mione. Aku tahu, aku memang salah sudah mengkhianatimu. Tapi sebenarnya
dari dulu aku memang ingin jujur padamu. Aku masih mencintai Lavender sampai
saat ini. Aku pikir dulu ketika aku memutuskan untuk menjalin hubungan denganmu
aku bisa melupakan Lavender. Tapi ternyata tidak.”, Ron menghela napas sejenak,
“Maafkan aku sudah tidak jujur selama ini. Aku berusaha mencintaimu selama ini.
Tapi tetap tidak bisa. Aku sebenarnya takut menyakitimu. Kau terlalu baik. Maka
dari itu aku tetap bersamamu selama 7 tahun ini. Tapi perasaanku tak bisa
dibohongi, Mione. Lavender datang kembali dalam hidupku. Dan jujur, aku masih
memiliki perasaan untuknya. Maafkan aku, Mione. Maaf....”, Ron mengakhiri
penjelasannya, menatap wajah Hermione lekat-lekat. Kemudian menundukkan kepala.
Hermione yang tercengang akan penjelasan Ron masih terdiam. Ia menarik napas
dalam-dalam sambil menutup matanya. Ketika ia membuka mata, ia pun berkata....
“Terima kasih atas
penjelasanmu. Terima kasih untuk 7 tahun kebersamaan kita. Dan terima kasih
untuk semua kenangan kita. Sekarang silahkan kau pergi dari tempat ini. Kurasa
hubungan kita sudah berakhir. It’s over.”,
ujar Hermione sambil berjalan menuju pintu dan membukakannya agar Ron segera
pergi. Ron yang memang merasa bersalah bangkit dari duduknya dan berjalan
keluar. Tapi ia berhenti sejenak di depan gadis brunette itu.
“Kita masih tetap
menjadi sahabat kan,Mione?”, tanya Ron dengan tampang memelas.
“Akan kupikirkan
nanti.”, jawab Hermione tanpa mau memandang Ron. Kakak Ginny Weasley itu hanya
bisa menghela napas kembali.
“Sampai
jumpa,Mione. Sekali lagi, maafkan aku.”, dan Ron pun berlalu dari hadapan gadis
bersurai cokelat itu. Hermione tak menjawab dan langsung menutup pintu.
Tangisnya kembali pecah. Ia jatuh terduduk dan bersandar pada pintu. Menangisi
kehidupan cintanya yang hancur. 7 tahun bukanlah waktu yang sebentar untuk
melupakan orang yang selama ini bersamanya. Walaupun ia sendiri sadar bahwa
terkadang ia ragu dengan perasaannya terhadap Ron, tapi 7 tahun yang dilalui
bersama pria berambut merah itu memberikan banyak kenangan baginya. Dan ia
benar-benar tak menyangka bahwa sampai saat ini Ron masih mencintai Lavender,
mantan pacar saat di Hogwarts. Ia tak percaya selama ini ia hanya dijadikan
sebagai pelarian. Semua ini sungguh terasa menyakitkan baginya. Hermione terus
saja menangis hingga suara ringtone
ponselnya berdering. Ia bangkit, mengusap air matanya dan berjalan mengambil
ponselnya di dalam kamar yang tergeletak di atas tempat tidurnya. Nama Harry
Potter tertera di layar ponselnya.
“Halo,Harry.”, suara Hermione
terdengar serak karena kebanyakan menangis.
“Mione? Kau baik-baik saja?”,
nada khawatir terdengar dari suara Harry.
“Aku bohong jika aku mengatakan baik-baik saja,Harry.”, Hermione kembali sesenggukan. Ia mulai menangis lagi.
“Mione, kenapa kau menangis?”,
tanya Harry panik.
“Bisakah kau kemari bersama Ginny, Harry?”, tanya Hermione balik sambil tetap sesenggukan.
“Baiklah,aku kesana sekarang bersama Ginny.
Tenanglah...”
“Okay, Harry. Sampai jumpa.”
“Sampai jumpa,Mione.”, sambungan
telepon pun terputus. Masih dengan terus bercucuran air mata, Hermione
melangkah ke kamar mandi untuk
melanjutkan rencana mandinya yang tadi sempat tertunda karena kehadiran
Ron.
OoO
20 menit kemudian, Hermione
telah selesai mandi dan berganti pakaian. Tak lama kemudian terdengar pintu
apartemennya kembali diketuk. Harry dan Ginny baru saja berapparate di depan
pintu apartemen Hermione. Gadis itu berjalan untuk membukakan pintu. Segera
saja setelah pintu dibuka, Harry dan Ginny masuk. Hermione menutup kembali pintunya.
Setelah mempersilahkan sepasang kekasih itu duduk. Hermione menceritakan semua
yang terjadi dan kembali menangis. Tampaknya ia benar-benar rapuh saat ini. Tak
ada yang bisa dilakukannya selain menangis. Ginny berpindah tempat duduk
disamping Hermione dan merangkul pundak gadis itu untuk menenangkannya. Harry
yang sedari tadi terdiam mendengarkan cerita Hermione akhirnya angkat bicara.
“Semalam aku
melihatmu saat kau keluar dari ruangan Ron. Aku ingin mengejarmu tapi tepat
saat itu kau berdisapparate. Dan
ketika aku melihat ke dalam ruangan Ron, aku juga sama terkejutnya denganmu.
Dan aku juga kecewa pada Ron.”, Harry mengacak-acak rambutnya yang memang sudah
berantakan.
“Aku minta
maaf,Mione atas kelakuan kakakku yang menjijikkan.”, Ginny tampak merasa malu
dan bersalah atas kelakuan Ron. Hermione yang masih sesenggukan tidak menjawab.
“Jujur, aku juga marah pada Ron. Dan aku juga sama sekali tak mengira ia masih
menyimpan rasa untu Lavender.”, Ginny tampak berusaha memendam emosi.
“Sudahlah,Mione. Jangan
menangis lagi. Aku tahu 7 tahun bukanlah waktu yang singkat. Tapi kau harus
bangkit lagi. Jangan biarkan keadaan membuatmu terpuruk. Aku percaya kau
sanggup melewati semua ini.”, Harry berusaha membangkitkan semangat sahabatnya
itu.
“Aku tahu,Harry.
Tapi semua terasa menyakitkan. Aku begitu kecewa. Tak kusangka Ron tega
melakukan itu padaku.”, Hermione mengusap pipinya yang basah karena tangisnya.
Ginny yang duduk disampingnya beranjak untuk mengambilkan tisu dan
memberikannya pada Hermione.
“Aku yakin, kau
akan mendapatkan yang lebih baik dari Ron, Mione.”, hibur Ginny.
“Aku tak tahu,Gin.
Aku belum terpikir untuk mencari pengganti Ron. Semua yang terjadi masih sulit
kupercaya.”
“Percayalah, Mione.
Time will healing you. Cry. Forgive him.
Learn. Move on. Let your tears water the seeds of your future happiness.”,
Harry memberikan nasihatnya. “Sooner or
later we’ve all got to let go of our past.”
“Thanks, Harry, Ginny. Aku sungguh
berterima kasih memiliki kalian disaat aku rapuh seperti ini.”, Hermione memaksakan
senyumnya dengan lemah. Ginny mengusap-usap punggung Hermione sembari
tersenyum.
“Walaupun kakakku
sudah tak lagi bersamamu, aku akan tetap selalu ada untukmu,Mione.”, ujar
Ginny. Hermione kembali tersenyum mendengarnya. Dan ia memeluk Ginny. Air mata
meleleh keluar dari manik cokelat madunya.
“Terima
kasih,Gin.”, hanya itu yang bisa diucapkan Hermione. Harry yang menyaksikan dua
gadis yang disayanginya berpelukan itu ikut tersenyum. Walaupun sebenarnya ia
juga marah terhadap Ron, tapi bagaimanapun juga Ron adalah sahabatnya, begitu
juga Hermione. Jadi yang bisa ia lakukan saat ini hanya sebagai pihak netral
dan berusaha mengembalikan semangat Hermione. Sedangkan Ron bisa ia ajak
ngobrol lain waktu.
“Baiklah, Mione.
Aku rasa, kami harus pergi. Siang ini aku ada pertemuan penting di kantor. Tadi
aku sempatkan kemari terlebih dahulu untuk menengokmu.”, Harry berpamitan.
“Okay, Harry.
Terima kasih sudah mau datang dan menghiburku.”, jawab Hermione. Harry dan
Ginny tersenyum dan bangkit menuju pintu.
“Sampai
jumpa,Mione. Be strong.”, Ginny
memeluk Hermione sekali lagi. Hermione hanya menganggukkan kepalanya.
“Sampai jumpa
lagi,Mione.”, ujar Harry sambil tersenyum.
“Iya, Harry,
Ginny.” Hermione tersenyum lemah. Dan saat itu juga sepasang sejoli itu berdisapparate.
OoO
When will the world start spinnin’
And what happenned to my happy ending
Learning what it takes, to turn this page
Didn’t know how to walk away
Walk away
Now I’ve made it this far
And the pain isn’t over
But the sun keeps on risin’
And I keep getting stronger
~ Westlife – Sound of Broken Heart ~
Seminggu sejak berpisah dari Ron
membawa perbedaan dalam kehidupan Hermione. Jika biasanya sepulang kerja ia
selalu menghabiskan sisa waktunya bersama Ron, sekarang tidak lagi. Sekarang
semua dilaluinya sendirian. Seperti malam ini, selepas kerja Hermione
berjalan-jalan sendiri di 338 Old Street.
Ia bermaksud mengunjungi kafe favoritnya, Ziferblat.
Kafe ini cukup unik, karena ketika pengunjung memasuki kafe, mereka akan
diberikan sebuah jam alarm dan dicatat waktu masuknya. Kemudian jam alarm ini
akan dikembalikan saat pengunjung meninggalkan kafe. Berapa jumlah tagihan
tergantung jumlah waktu yang dihabiskan di dalam kafe. Hermione sangat senang
menghabiskan waktunya di Ziferblat.
Meskipun setiap menit dikenakan tarif 3 pound sterling, tapi untuk kopi dan
cemilannya disediakan gratis. Dan juga tidak ada karyawan yang melayani,
semuanya self-service, termasuk
mencuci piring sendiri. Tapi tetap saja kafe ini menjadi salah satu pilihan
favorit warga London.
Hermione sudah mendapatkan jam
alarm saat memasuki Ziferblat tadi.
Ia menuju mesin pembuat kopi untuk meracik cappucino
buatannya sendiri. Selesai membuat cappucino-nya,
ia beranjak mengambil cemilan. Fish and
Chips menjadi pilihannya. Ia berjalan untuk mengambil tempat di dekat
jendela. Ia meneguk sedikit cappucino-nya saat sebuah suara menyapanya.
“Granger??”,
Hermione mendongak.
“Malfoy?? Apa yang
kau lakukan disini?”, tanya Hermione sedikit terkejut bertemu seorang Draco
Malfoy di kafe muggle seperti ini.
“Untuk bersantai
jelas. Hal seperti itu tidak perlu kau tanyakan, Nona-Tahu-Segala.”, sindir
Draco sambil mengambil tempat duduk di depan Hermione. Hermione membulatkan
matanya.
“Hei, kenapa kau
duduk disini?”.
“Memangnya tidak
boleh? Tidak ada larangan tertulis untuk duduk disini.”, Hermione mengerucutkan
bibirnya. Senyum sinis nampak di wajah pucat Draco. Di tangannya terdapat
secangkir black coffe.
“Mengejutkan
sekali,Malfoy. Bisa bertemu denganmu di tempat muggle seperti ini.”, ujar
Hermione.
“Hei, sesekali aku
juga mengunjungi tempat muggle, Granger. Terlalu sering ke kafe atau bar
penyihir bisa membuatku bosan.”, jelas Draco, “Dimana Redhead? Aku tidak
melihatnya bersamamu?”. Hermione agak sedikit tersentak mendengar pertanyaan
Draco.
“Kami sudah
putus.”, jawab Hermione singkat sambil mengunyah cemilannya. Draco tampak
sedikit heran.
“Putus?? Kenapa??”
“Dia berselingkuh.
Ah,tidak. Tepatnya, dia kembali ke pelukan Lavender Brown.”
“Haa...sudah pernah
kubilang,kan. Harusnya kau yang lebih dulu meninggalkannya sebelum kau yang
dicampakkannya.”, Draco menyeruput black
coffe-nya. Hermione tambah cemberut.
“Hah,kau ini!
Bukannya menghibur malah membuatku semakin kesal saja.”
“Wow, kau berharap
aku menghiburmu ya?! Hmm, jangan-jangan kau mulai naksir padaku, eh?”
“Sembarangan saja
kau bicara. Mana mungkin aku naksir musang?!”, kali ini ganti Draco yang tampak
sedikit kesal. Setiap ia diolok-olok musang oleh gadis di hadapannya ini, ia
selalu teringat akan kejadian memalukan saat kelas 4 dulu. Dimana ia ditransfigurasi
menjadi musang oleh Alastor Moody gadungan.
“Dasar
berang-berang!”, ejek Draco balik. Hermione melotot. Draco tertawa melihat
ekspresi Hermione. Senang sekali rasanya memancing emosi gadis itu.
“Hei, Malfoy!
Kenalkan aku pada teman kantormu yang tampan.”, Draco yang saat itu sedang
meneguk kopinya agak sedikit tersedak mendengar permintaan tiba-tiba dari
Hermione. Ia tak habis pikir. Baru saja gadis itu mengatakan bahwa baru saja
putus dari pemuda Weasley tersebut, sekarang minta dikenalkan dengan teman
kantornya yang tampan.
“Teman kantorku?”,
tanya ulang Draco.
“Iya. Siapa tahu
dengan begitu aku bisa cepat lupa dengan Ron.”, jawab Hermione.
“Siapa? Tak ada
yang tampan di kantorku selain aku.”, sombong Draco. Hermione membuat ekspresi
ingin muntah. Draco hanya mengernyit.
“Narsis sekali kau.
Masa tak ada yang tampan di kantormu?”
“Ada. Yaitu aku,
Draco Lucius Malfoy.”
“Selain kau?”
“Sudah kubilang tak
ada,Berang-berang!”, Draco mendengus kesal, “Dulu Si McLaggen itu jelas-jelas
naksir kau. Eh, malah kau yang menghindar. Sekarang dia sudah menikah dengan
salah satu dari Patil bersaudari. Entah Padma atau Parvati, aku susah
membedakannya.”
“Aku tak pernah
menyukai McLaggen. Makanya kutolak dia.”, jelas Hermione. Draco hanya tersenyum
sambil menggelengkan kepala.
“Nanti juga kau
akan menemukan pengganti Si Weasel itu. Tak perlu khawatir, Granger.”
“Iya, aku tahu,
Malfoy.”
“Kau tak pulang?
Ayo kuantar.”, Hermione sedikit tercengang mendengar Draco menawarkan diri
untuk mengantarnya pulang. “Ayolah, aku tak bercanda. Tak baik seorang gadis
pulang malam sendirian.”, lanjut Draco sambil bangkit dari duduknya.
“Aku masih seorang
penyihir, Malfoy. Kalau ada yang berniat jahat padaku, aku akan langsung meng-crucio-nya.”
“Dan kau akan
berakhir di Azkaban.”, lagi-lagi jawaban Draco membuat Hermione heran.
Seolah-olah Draco tampak peduli padanya. Draco Malfoy yang notabene mantan
pelahap maut, yang dulunya tak segan untuk memantrai setiap murid Hogwarts yang
menghalangi jalannya, yang dulunya tak ragu untuk melontarkan kutukan
Cruciatus, sekarang malah mengingatkan Hermione kalau penggunaan salah satu
dari 3 Kutukan Tak Termaafkan itu bisa membuatnya mendekam di Azkaban.
“Ayo!”, Draco
mengulurkan tangannya. Hermione memandang ragu tangan pucat Draco yang terulur
padanya. Ia memandang ke dalam mata Draco dan tak menemukan apabila pria pirang
itu sedang mengerjainya.
“Baiklah.”,
Hermione pun menyambut uluran tangan Draco dan bangkit berdiri. Mereka berdua
melangkah menuju pintu keluar. Mengembalikan jam alarm yang tadi diberikan saat
mereka masuk dan Draco membayar jumlah tagihannya dan Hermione.
“Hei, kau tak perlu
melakukan itu.”, Hermione merasa sungkan.
“Tak apa.”, sahut
Draco singkat. Tangannya masih menggenggam jemari Hermione saat mereka keluar
dari Ziferblat. Saat itu sudah
memasuki musim gugur. Udara sekitar agak sedikit dingin dengan angin yang
berhembus kencang. Tiba-tiba Draco memasukkan jemari Hermione ke dalam saku
mantelnya. “Masukkan tanganmu yang satu lagi ke saku mantelmu.”, perintah
Draco,dengan nada yang datar.
“Oke.”, Hermione
hanya menjawab singkat dan menundukkan kepala menatap sepatunya. Jantungnya
agak deg-deg an mendapat perlakuan dari Draco seperti itu. Tangan Draco yang
menggenggamnya terasa hangat. Draco menuntunnya berbelok menuju sebuah gang
sempit dan berdisapparate.
Plop. Mereka muncul di depan apartemen Hermione. Hermione melepas
pegangan tangannya dari Draco.
“Er..Terima kasih,
Malfoy.”, ucap Hermione agak gugup.
“You’re welcome.”, dan baru kali
ini Draco tersenyum dengan tulus. Hermione sampai terpana dan baru saja
mengakui dalam hati kalau ternyata pewaris Malfoy Corporation ini sangat
tampan.
“Er...aku masuk
dulu. Sampai jumpa lagi,Malfoy!”
“Oke. Masuklah.
Cepatlah tidur, Berang-berang!”, kata Draco sambil mengacak-ngacak rambut
Hermione, membuat gadis itu bersemu merah. Hermione tersenyum dan menganggukkan
kepala. Ia pun masuk dan menutup pintu. Setelah Hermione menutup pintu. Draco
pun berbalik. Ia tersenyum sejenak. Tak tahu kenapa. Tapi ia merasa bahagia
saja mengingat wajah Hermione yang bersemu merah karena dia mengacak-ngacak
rambutnya tadi. Dalam sekali putaran, kibasan mantel Draco pun menghilang.
Hermione yang masih bersandar di balik pintu pun juga tersenyum-senyum sendiri.
Ia menyentuh rambutnya. Tersenyum lagi. Kemudian menggeleng-gelengkan kepala.
Ia melangkah menuju kamarnya, berganti baju tidur dan beranjak tidur masih
dengan senyum menghiasi wajahnya.
OoO
Sore ini Hermione sedang
mematutkan diri di depan cermin. Dari tadi ia sibuk memilih pakaian yang akan
dikenakannya untuk pergi bersama Draco. Ya, sudah sekitar 2 minggu ini ia
sering keluar bersama putra Lucius Malfoy. Entah apa status hubungan mereka
saat ini. Tapi yang pasti ia menikmati setiap waktu yang dilaluinya bersama
Draco. Harry dan Ginny belum mengetahui kedekatannya dengan Draco saat ini.
Terdengar suara pintu diketuk tepat ketika Hermione selesai berdandan. Ia
membukakan pintu.
“Hei!”, sapa
Hermione. Senyum terkembang di wajahnya.
“Hei!”, jawab Draco
tersenyum, “Kau sudah siap?”.
“Yes, Sir.”, Draco
mengulurkan tangannya dan Hermione menyambutnya. Draco yang malam ini mengenakan kemeja putih
bergaris biru dengan dipadu jaket denim biru tampak begitu menawan. Hermione
juga tampak cantik dengan mini dress biru muda sepanjang lutut ditambah stiletto berwarna putih. Rambutnya ia
ikat dengan bentuk cepol samping dengan sedikit rambut menjuntai disisi
wajahnya. Dengan bergandengan tangan mereka berdisapparate.
Mereka berapparate tepat di depan Emerald
Restaurant. Kali ini mereka memilih restoran penyihir. Draco dan Hermione
melenggang masuk. Pelayan restoran mempersilahkan mereka memilih tempat. Draco
dengan sigap menarik kursi dan mempersilahkan Hermione untuk duduk. Hermione
pun hanya bisa tersenyum. Setelah Draco duduk, mereka mulai memilih menu untuk
sajian makan malam mereka. Hermione benar-benar menikmati malam ini. Senyum tak
pernah hilang dari wajah cantiknya. Draco pun begitu. Tak ada lagi wajah pucat
datar tanpa ekspresi khas Malfoy. Sesekali Draco menggenggam tangan Hermione di
tengah makan malam mereka. Tentu saja hal itu makin melambungkan perasaan
Hermione.
“Kau sangat cantik
malam ini,Granger.”, puji Draco selesai makan. Tangannya kembali menggenggam
jemari Hermione. Yang dipuji tampak tersipu malu.
“Oh,jadi hanya
malam ini aku terlihat cantik?”, goda Hermione. Draco tersenyum dan
menggelengkan kepala.
“Bukan begitu. Kau
selalu nampak cantik. Tapi malam ini lebih cantik lagi.”, ujar Draco. Hati
Hermione kebat-kebit dibuatnya.
“Kau pintar
menggombal, Tuan Malfoy!”, Hermione berusaha menyembunyikan perasaannya bahwa
ia senang dipuji seperti itu oleh Draco.
“Dan kau tampak
senang kugombali, Miss-Know-It-All.”, Draco tertawa. Hermione semakin tersipu.
Tangan Draco yang masih menggenggam tangannya membuat jantungnya makin
berdebar. Hermione tak tahu bahwa Draco pun juga deg-deg an. Baru kali ini ia
merasakan perasaan seperti ini. Gadis di hadapannya ini dulunya adalah musuhnya
saat di sekolah. Yang selalu ia panggil mudblood
selama di Hogwarts. Sekarang gadis itulah yang membuat perasaannya tak
karuan. Tak lama kemudian, Draco memanggil pelayan dan meminta bill. Setelah membayarnya, ia dan
Hermione melangkah keluar dan langsung berdisapparate.
Kembali mereka muncul di depan
pintu apartemen Hermione. Hermione membuka pintu dan kemudian berbalik menghadap
Draco.
“Terima kasih untuk
malam ini, Malfoy.”, ujarnya sambil tersenyum.
“Sama-sama,
Granger.”, jawab Draco, “Masuklah. Sudah larut malam.”
“Baiklah.”, tapi
Hermione masih saja mematung di depan pintu tidak segera masuk. Ia malah
menundukkan kepala memandang stiletto-nya.
Draco pun juga terdiam. Tak ada satu kata pun keluar dari bibir mereka
masing-masing. Draco maju mendekati
Hermione. Dan tiba-tiba saja bibir Draco sudah mencium Hermione. Hermione yang
kaget hanya bisa merasakan bibir basah Draco menyatu dengan bibirnya. Hangat
dan kenyal. Ciuman yang awalnya biasa saja mulai berubah menggelora. Lidah
Draco meminta masuk untuk dapat bermain dengan lidah Hermione. Hermione yang
mulai terbawa arus pun secara refleks membuka bibirnya dan membiarkan lidah
Draco mengajak bermain lidahnya. Jemari Draco bergerak ke arah leher Hermione
sedangkan tangan satunya berada di pinggang gadis itu. Draco bergerak masuk ke
apartemen Hermione. dengan satu kakinya ia menutup pintu tanpa melepas
ciumannya. Ciuman mereka sarat akan emosi. Rasa ingin memiliki dan tak ingin
kehilangan. Sesekali Draco menghisap lidah Hermione. Membuat gadis itu
mendesah. Jemari Draco di leher Hermione bergerak ke rambut gadis itu dan
membuat cepolnya terurai. Draco sedikit menggeram dalam ciumannya. Dengan
sekali gerakan, Draco mendorong Hermione ke tembok dan mengangkat tubuh gadis
itu. Seolah mengerti keinginan Draco, Hermione refleks melingkarkan kakinya di
pinggang Draco. Ciuman mereka berhenti sejenak untuk mengambil napas. Dan Draco
kembali mencium Hermione seolah-olah hidupnya bergantung akan hal itu. Ciuman
Draco turun ke leher Hermione, membuat gadis itu semakin mendesah tak karuan.
“Mmhh...Aahh...
Malfoy...”, Hermione mendesah dengan mata terpejam. Draco terus saja menciumi
lehernya. Wangi tubuh Hermione seolah menjadi candu baginya. Ciuman Draco
kembali keatas. Ia kembali merasakan bibir manis Hermione. Lidah mereka saling
bertautan. Hingga akhirnya ciuman mereka berakhir. Draco menurunkan Hermione
dari pinggangnya dan menempelkan dahinya pada dahi Hermione. Napas mereka
terngah-engah. Mata mereka saling memandang dan mereka sama-sama tersenyum.
“Maafkan aku sudah
lancang menciummu.”, kata Draco, masih dengan napas agak terengah.
“Tak apa,Malfoy.”,
ujar Hermione tersenyum.
“Aku tak mengerti
perasaan yang kurasakan ini. Tapi aku menikmati setiap waktu yang kulalui
bersamamu.”, Draco mengatakannya sambil memegang kedua pipi Hermione.
“Aku juga menikmati
saat-saat bersamamu,Malfoy.”, Hermione menatap lekat-lekat ke dalam mata
abu-abu Draco, “Jadi sekarang apa status hubungan kita?”.
“Aku tak tahu,
Granger. Tapi aku hanya ingin bersamamu. Aku masih belum mengerti perasaan yang
kurasakan ini. Kita jalani dulu saja hubungan kita seperti ini.”
“Baiklah, aku
mengerti.”, Hermione tersenyum. Draco mengecup dahinya dan ia spontan menutup
mata.
“Sampai jumpa
besok, aku akan menjemputmu sepulang dari kantor. Sekarang tidurlah.”, kata
Draco. Hermione tersenyum sambil menganggukkan kepala. Draco berjalan keluar
apartemennya. Sebelum pergi, Draco kembali memberinya ciuman singkat di bibir
dan tersenyum.
To be continued....
No comments:
Post a Comment
Note: Only a member of this blog may post a comment.