Thursday, August 14, 2014

FanFiction :: The Gift - Chapter 3 ::



THE GIFT
*
*
*
*
*
All Characters Belongs To J.K.Rowling
||
||
Pair : Draco Malfoy X Hermione Granger
( 7 tahun setelah kejatuhan Voldemort )
WARNING : EYD berantakan, typos everywhere, alur kecepetan, OOC, geje. My First Fic.


“Aku tak tahu, Granger. Tapi aku hanya ingin bersamamu. Aku masih belum mengerti perasaan yang kurasakan ini. Kita jalani dulu saja hubungan kita seperti ini.”


Chapter 3
So many times i was alone I couldn’t sleep
You left me drowning in the tears of memory
And ever since you’ve gone, I found it hard to breathe
‘Cause there was so much that your heart just couldn’t see
A thousand wasted dreams rolling of my eyes
But time’s been healing me and I say goodbye

‘Cause i can breathe again, dream again
I’ll be on the road again
Like it used to be the other day
Now i feel free again, so innocent
‘Cause someone makes me whole again for sure
I’ll find another you

~ Cascada – Another You ~

                “Hei!”, sapa Draco ketika melihat Hermione keluar dari kantor Daily Prophet. Malam itu ia mengenakan kemeja abu-abu lengan panjang yang digulung hingga ke siku. Di lengannya tersampir mantel bepergiannya. Senyum Hermione langsung terkembang begitu melihat pangeran Slytherin tersebut.
“Hei!”, sapa balik Hermione. Ia berjalan mendekati Draco.
“Kau sudah lapar?”, tanya Draco lembut. Senyumnya begitu menawan. Hermione tak mengira wajah pucat datar Draco bisa menampilkan senyum semanis itu.
“Iya. Kau mau mengajakku makan dimana?”
“Aku ingin mengajakmu makan malam di apartemenku.”, jawab Draco. Hermione mendongak menatap wajah Draco.
“Tumben sekali?”
“Sekali-sekali ganti suasana. Aku sudah menyiapkan makan malam untukmu.”, kembali Draco tersenyum. Membuat Hermione makin bersemu merah melihat ketampanannya. “Ayo!”, uluran tangan Draco terarah kepada Hermione dan ia segera menyambutnya. Mereka pun berapparate menuju apartemen Draco.
                Sesampainya disana, Draco segera membukakan pintu untuk Hermione. Setelah masuk betapa terpananya Hermione saat melihat meja makan yang sudah lengkap dengan hidangannya beserta lilin menyala diatas meja. Suasananya terasa begitu romantis. Hermione memandang Draco yang memegang bahunya. Draco berinisiatif membantu melepaskan mantel Hermione. Kemudian ia menggandeng Hermione menuju meja makan dan mempersilahkan duduk. Mereka kini duduk berhadapan.
“Malfoy, ini sungguh manis.”, ujar Hermione. Draco tersenyum dan menggenggam jemari Hermione.
“Aku melakukannya untukmu, Granger.”, jawaban Draco membuat perasaan Hermione membumbung tinggi. Pria di hadapannya ini benar-benar terlihat berbeda dari yang dikenalnya pada waktu di Hogwarts dulu. Gadis itu hanya bisa tersipu. “Mari kita makan dahulu, aku yakin kau pasti lelah seharian bekerja. Ini saatnya kau mengisi perutmu.”, ajak Draco. Hermione mengangguk. Mereka makan dalam diam tapi sesekali saling melempar senyum. Mata mereka memancarkan kebahagiaan. Selesai makan, Draco mengajak Hermione  duduk berdua di balkon beranda apartemennya sambil melihat bintang-bintang di langit. Draco melingkarkan lengan kanannya di bahu Hermione dan gadis itu pun menyandarkan kepalanya di bahu Draco. Tangan kiri Draco menggenggam tangan Hermione.
“Banyak bintang bertaburan malam ini.”, ujar Hermione mengawali pembicaraan.
“Hmm...”, jawab Draco.
“Kenapa kau diam saja?”,tanya Hermione.
“Tak apa, aku hanya menikmati suasana seperti ini. Rasanya begitu damai dan menyenangkan.”, jawab Draco sambil mengecup puncak kepala Hermione, “Hei, apakah sahabatmu Si Kepala Pitak itu tahu bahwa kita sering jalan bersama?”, tanya Draco tiba-tiba.
“Namanya Harry Potter, Malfoy!”, Hermione merengut mendengar Draco mengejek sahabatnya. Draco tertawa.
“Baiklah, apakah Potter sudah mengetahui bahwa kita sering jalan bersama?”
“Aku belum menceritakan pada siapapun tentang kita,Malfoy. Kenapa?”
“Tak apa, aku hanya bertanya.”, mereka kembali terdiam. Draco mengusap-usap rambut Hermione dan sejurus kemudian tiba-tiba saja ia mencium bibir manis Hermione. Gadis itu sedikit kaget akan ciuman Draco yang tiba-tiba itu. Tapi ia dapat segera menyesuaikan. Draco seperti ketagihan akan bibir manis Hermione. Ciuman yang mulanya biasa saja mulai sarat akan nafsu. Draco meminta lebih. Ia mulai memainkan lidahnya di dalam mulut Hermione. Lidah mereka saling membelit. Menimbulkan desahan dari bibir mungil Hermione. Draco menghisap lidah Hermione, membuat gadis itu semakin mendesah. Lengan Draco yang tadinya melingkari bahu Hermione berpindah ke leher gadis itu untuk menekan dan membuat ciumannya semakin dalam. Mereka berhenti sejenak untuk mengambil napas. Draco tersenyum. Dan kemudian dia mengangkat tubuh mungil Hermione ke pangkuannya membuat gadis itu sedikit terkejut. Setelah Hermione duduk di pangkuannya, Draco langsung kembali mencium Hermione. Tangan kiri Draco bergerak menuju leher Hermione menggelitik belakang telinga gadis itu dan tak ayal lagi membuat Hermione kembali mendesah nikmat, rupanya disanalah titik rangsang gadis itu.Hermione mengalungkan lengannya di leher Draco. Ia sedikit menunduk untuk berciuman dengan Draco. Tangan kanan Draco yang awalnya berada di pinggang Hermione mulai beranjak naik. Tangan Draco membelai leher Hermione dan mulai turun perlahan ke dada gadis itu. Ia membelai dada Hermione perlahan dan sesekali meremasnya. Hermione mendesah melepas ciumannya.
“Mmhh...Malfoy...sshh...”, desah Hermione. Draco turun menciumi leher Hermione. Membuat Hermione sedikit menggelinjang di pangkuannya. Draco terus saja mencium leher gadis itu. Aroma parfum Hermione semakin membuatnya menggila. Sesekali ia menghisap telinga Hermione. Jemari Draco pun mulai membuka kancing atas kemeja Hermione. Tangannya menyusup ke dalam. Hermone semakin mengencangkan pelukannya pada Draco. Desahannya semakin menambah nafsu Draco. Draco mengelus perlahan belahan dada Hermione. Ciuman dari leher pun mulai turun. Draco menjilat belahan dada Hermione. Membuat Hermione mendongakkan kepalanya menahan nikmat akan perlakuan Draco. Ia dapat merasakan kejantanan Draco mengeras di sela-sela pahanya. Ciuman Draco masih belum berhenti. 3 kancing kemeja Hermione sudah terbuka memberikan akses mudah bagi lidah Draco untuk mengeksplorasi.  Draco terus menciumi dada Hermione sambil meremas-remas dada gadis itu. Hermione semakin menggeliat tak karuan. Tanpa sadar Hermione menggerakkan pinggulnya menggesek kejantanan Draco di sela-sela pahanya. Draco terdengar sedikit menggeram.
“Uuhh, Granger..sshh...”, desah Draco. Ia ingin lebih. Tubuh Hermione begitu memabukkan baginya. Ia begitu ingin memiliki gadis itu. Tingkah Hermione yang secara spontan terus menggeliat & menggesek di pangkuannya hampir membuat Draco hilang kendali. Ditambah Hermione mulai berani menjilat dan menghisap telinganya. Draco semakin bersemangat membenamkan wajahnya di dada Hermione. Ia mulai berani menjilat dan menghisap dada gadis itu, hingga akhirnya suara ringtone dari ponsel Draco membuyarkan kegiatan mereka. Mereka saling memandang kemudian tersenyum, walaupun napas mereka masih terengah-engah. Hermione turun dari pangkuan Draco mengancingkan kembali kemejanya. Draco beranjak mengambil ponselnya. Nama Theodore Nott muncul di layar ponselnya. Melirik Hermione sekilas, kemudian ia mengangkat panggilan ponselnya.
“Ada apa,Theo?”, ujar Draco. Ia berjalan mendekati Hermione kembali. Lengannya terbuka mengisyaratkan Hermione untuk mendekat dan gadis itu pun menghampirinya.
“Hei,mate! Kau sibuk malam ini?”, tanya Theo dari seberang telepon.
“Tidak juga. Kenapa?”
“Blaise mengajak kita minum malam ini. Kutunggu kau sekarang di rumah Blaise.”, belum sempat Draco menjawab, Theo sudah memutus teleponnya. Draco mendecih kesal. Ia memasukkan ponselnya ke saku dan berkata pada Hermione.
“Theo barusan menelepon dan mengatakan Blaise mengajak kami minum malam ini. Aku akan mengantarmu setelah ini.”, kata Draco sambil mengecup dahi Hermione.
“Baiklah.”, jawab Hermione sambil tersenyum. Draco mengambilkan mantel Hermione dan memakaikannya. Dengan menggenggam tangan Hermione, mereka berdisapparate tepat di luar pintu apartemen Draco.
                Sesampainya di depan pintu apartemen Hermione, Draco segera berpamitan. Tapi sebelum pergi, Draco menangkup pipi Hermione dengan kedua tangannya.
“Granger, malam ini hampir membuatku hilang kendali. Kau begitu menggairahkan.”, mata Draco menyala masih penuh nafsu. Hermione hanya terdiam dan tersenyum. Tapi ia juga tak bisa menyembunyikan fakta bahwa Draco juga hampir membuatnya lepas kendali. Ciuman Draco benar-benar memabukkan dan terasa begitu nikmat. “Aku harus pergi sekarang. Blaise dan Theo sudah menungguku.”
“Oke, Malfoy. Jujur saja, aku juga hampir kehilangan kendali malam ini. Kau benar-benar membuatku merasa begitu bergairah.”, ujar Hermione sambil tersipu malu. Draco mengumpat dalam hati. Perkataan Hermione membuatnya turn on kembali. Ia menarik gadis itu ke dalam pelukannya.
“Lain kali aku akan mendapatkanmu,Granger”, bisik Draco. Ia mencium Hermione sekilas dan mengucapkan sampai jumpa pada Hermione. Hermione menyaksikan Draco hingga menghilang dari pandangannya. Setelah itu ia pun masuk ke apartemennya.

OoO

“Hei, mate!”, sapa Blaise ketika melihat Draco muncul di rumahnya. Theo tampak sedang menuangkan fire whiskey ke dalam gelas. “Sumringah sekali kau malam ini? Ada apa gerangan?”
                “Nothing.”, jawab Draco datar sambil mengambil gelas yang disodorkan Theo. Ia meneguk sedikit minumannya.
                “Tapi wajahmu tampak fresh,mate! Kau habis bercinta,ya?”, tanya Theo penuh selidik. Draco mengeplak kepala Theo, “Aauuw, sakit, bodoh!”.
                “Mesum sekali pikiranmu itu!”, ujar Draco. Theo dan Blaise terkekeh. Draco mengangkat satu alisnya melihat kedua sahabatnya itu. Ia meneguk minumannya kembali.
                “Tapi Theo benar, mate! Kau semacam terlihat berbeda malam ini. Pasti ada sesuatu yang membuatmu senang malam ini.”, timpal Blaise.
                “Ah, berisik kalian ini! Mau kurapalkan silencio untuk kalian berdua, ha?”
                “Ups! Sudahlah, jangan terlalu dianggap serius. Kami kan hanya bercanda,hahaha”, Theo malah terbahak. Ia mengajak bersulang Blaise dan Draco. Suara gelas berdenting pun menggema di ruangan itu.

OoO

                Seolah sudah menjadi kebiasaan rutin, malam ini pun Draco sudah siap menjemput Hermione pulang kerja. Senyum sumringah Hermione tampak begitu melihat Draco. Bergerak mendekati Draco, Hermione pun segera mengaitkan lengannya pada Draco dan mereka pun berdisapparate. Mereka muncul di gang kecil di dekat Ziferblat, kafe favorit Hermione dan segera menuju kesana.  Sesaat sebelum tangan Draco menyentuh pintu Ziferblat, sebuah suara mengagetkannya.
“Draco????”, dan Draco pun menoleh ke arah asal suara tersebut. Dan betapa terkejutnya Draco saat melihat siapa yang menyapanya.
“Astoria???”, Astoria pun terlihat sama terkejutnya dengan Draco. Matanya bergantian memandang Draco lalu Hermione. Draco. Hermione. Dan kemudian matanya terpaku pada lengan Hermione yang berada di lengan Draco.
“Apa yang kau lakukan disini,Draco? Dan kenapa kau bersama mud- Granger?”, tanya Astoria dengan mata menyipit. Wajahnya terlihat menahan emosi dan sedikit bingung. Draco terlihat sedikit gugup. Hermione juga tampak bingung.
“Mm...aku..ee...mm...”, Draco gugup untuk menjawab.
“Ada apa sebenarnya ini?”, Hermione membuka suaranya. Wajahnya mengisyaratkan meminta penjelasan dari Draco. Draco tambah terlihat bingung. Astoria menyilangkan tangan di depan dadanya menunggu jawaban Draco. Karena Draco tidak segera memberi jawaban, akhirnya Astoria lah yang menjawab.
“Dengar, Granger. Pria yang sekarang sedang kau gandeng itu adalah kekasihku.”, ucap Astoria, terdengar ada getar dalam suaranya. Ia berusaha untuk tegas, tapi matanya memancarkan kekalutan. Hermione terkejut, refleks melepaskan pegangannya pada lengan Draco.
“Malfoy, jelaskan apa maksudnya?!”, tanya Hermione pada Draco. Draco menatap horor. Setelah beberapa saat ia tampak bingung mengatur kata-kata, akhirnya Draco pun berbicara.
“Granger, aku mohon jangan marah padaku. Apa yang dikatakan Astoria benar. Sebenarnya dia kekasihku, tapi...”, belum selesai Draco bicara Hermione mundur perlahan. Matanya mulai tampak berkaca-kaca, “Granger... Aku mohon! Jangan marah padaku.”, terselip nada khawatir dari perkataan Draco. Hermione menggelengkan kepala. Air mata mulai jatuh di pipinya. Secepat mungkin ia berbalik meninggalkan Draco dan Astoria di depan Ziferblat. Di ujung jalan Hermione berbelok dan berdisapparate. Draco yang tampak berusaha menyusul Hermione dicegah oleh Astoria.
“Draco!! Mau kemana kau?!”, Astoria menahan lengan Draco. Draco tampak marah dan berusaha melepaskan cengkeraman Astoria.
“LEPASKAN AKU!!!”, bentak Draco. Astoria terkejut dibentak seperti itu oleh Draco. Ia tak pernah dibentak sebelumnya.
“Tapi, Draco, aku kekasihmu!! Kau tak boleh pergi menemui mudblood sialan itu!!”, Astoria setengah berteriak. Beberapa orang yang lewat mulai menoleh ke arah mereka. Draco tak peduli.
“JAGA UCAPANMU!!!”, bentak Draco, lagi, “LEPASKAN . AKU . ASTORIA!!!”, Draco menekankan setiap kata dengan gigi terkatup. Ia benar-benar merasa jengkel. Astoria tetap tidak mau melepaskan pegangannya pada lengan Draco. Ia mulai tampak ingin menangis. Draco menghempaskan lengannya dengan kasar membuat Astoria tersentak. Segera ia berlari ke ujung jalan dimana Hermione berbelok tadi dan berapparate menuju apartemen Hermione.
“DRACO!!!!”, Astoria berteriak memanggil nama Draco tapi yang dipanggilnya tak menoleh sama sekali.

OoO

Draco tiba di apartemen Hermione. Ia mengetuk dengan cepat dan keras pintu apartemen tersebut. Ah, tidak. Mungkin lebih tepatnya agak sedikit menggedor.
“Granger!! Buka pintunya, Granger!! Aku mohon!!”, seru Draco dari luar pintu. Hermione yang sedang menangis di dalam mendengar suara Draco mendekat menuju pintu tapi ia tetap diam saja dan menangis. Draco terus saja berseru nyaring meminta ia membuka pintu.
“Pergi dari sini,Malfoy!!”, teriak Hermione dari dalam sambil terisak.
“Aku mohon, Granger! Buka pintunya! Aku akan menjelaskan semuanya, aku mohon!”, suara Draco terdengar putus asa.
“Cukup,Malfoy! CUKUP!!! Kau sudah membuatku mengerti. Tak ada yang perlu dijelaskan lagi!”, sahut Hermione. Tangisnya belum reda. Pipinya basah karena air matanya.
“Aku mohon,Granger! Biarkan aku masuk! Atau aku akan mem-bombarda pintu ini!”, Hermione tersentak. Tentunya ia tak ingin ada keributan jika Draco benar-benar memantrai pintu apartemennya. Maka dengan berat hati ia pun membuka pintu untuk Draco. Penampilan Draco tampak begitu acak-acakan. Wajahnya tampak putus asa. Begitu Hermione membuka pintu, langsung saja Draco menerobos masuk dan menarik Hermione ke dalam ciumannya. Tentu saja Hermione meronta akan perlakuan Draco. Tapi Draco tak peduli. Yang ia inginkan hanya Hermione. Ia mencium Hermione dengan kuat dan dalam kemudian melepasnya. Tangan Draco tak melepaskan pipi Hermione. Ibu jari Draco mengusap air mata Hermione yang turun di sudut matanya. Draco mengecup dahi Hermione.
“Granger, aku minta maaf. Aku tak bermaksud menyakitimu. Aku...”,Draco berusaha menjelaskan kejadian tadi tapi Hermione menyelanya.
“Tapi apa yang aku lihat & dengar dari Greengrass...”
“Sssttt....”, telunjuk Draco mengisyaratkan Hermione untuk diam, “Dengarkan aku dulu,Hermione.”, Hermione langsung terdiam mendengar Draco memanggil nama depannya. “Aku tak bermaksud menyakitimu. Astoria memang kekasihku. Tapi aku sudah lama ingin berpisah darinya. Aku melihat hubunganku dengannya tak akan berhasil. Tapi setiap aku ingin berpisah darinya ia selalu tak mau. Hingga akhirnya aku bertemu denganmu di Ziferblat tempo hari aku merasakan sesuatu yang berbeda.”, jelas Draco.
“Sudah berapa lama kau menjalin hubungan dengan Greengrass?”, tanya Hermione pelan. Ia tak mengira disaat ia mulai menaruh perasaan pada Draco ternyata Draco sudah memiliki kekasih.
“Hampir setahun terakhir ini.”, jawab Draco, sambil menghela napas. Hermione menutup mulutnya dengan tangan. Dua bulir air mata jatuh dari sudut kedua matanya. Draco refleks segera mengusapnya.
“Dan kau membohongiku selama ini??”, tanya Hermione tak percaya.
“Bukan maksudku untuk membohongimu, Hermione. Aku hanya bermaksud mencari waktu yang tepat untuk lepas dari Astoria. Tapi ternyata semua terjadi seperti ini. Aku – aku mulai men – aku mulai mencintaimu.”, Draco mengucapkannya dengan hati berdebar. Hermione menggelengkan kepalanya.
“Aku tak percaya padamu, Malfoy!”, kata Hermione sambil menyipitkan mata. Draco mengacak rambutnya frustasi.
“Aku bersungguh-sungguh, Hermione! Aku mulai mencintaimu. Perasaan ini mulai tumbuh dalam hatiku.” Hermione termenung mendengar perkataan Draco. Dalam hati ia juga tak bisa memungkiri bahwa ia juga mulai mencintai Draco. Tapi teringat akan Astoria membuat hatinya sakit kembali. Ia menutup mata sejenak. Dan ketika membuka mata, ia mengajukan satu syarat untuk Draco.
“Jika memang kau mencintaiku, tinggalkan Astoria....”
Draco yang tadinya tertunduk lemah, mendongak menatap Hermione.....



To be continued....

No comments:

Post a Comment

Note: Only a member of this blog may post a comment.